BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Genetika
adalah cabang biologi yang mempelajari pewarisan sifat pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan prion). Secara singkat dapat juga dikatakan bahwa genetika
adalah ilmu tentang gen dan segala aspeknya. Meskipun orang biasanya
menetapkan genetika dimulai dengan ditemukannya kembali naskah artikel yang
ditulis Gregor Mendel pada tahun 1900, sebetulnya genetika sebagai
"ilmu pewarisan" atau hereditas
sudah dikenal sejak masa prasejarah, seperti domestikasi dan pengembangan berbagai ras ternak dan kultivar tanaman. Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai
pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam
karyanya 'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'.
1.2 Tujuan
1.
Untuk memenuhi tugas Genetika
2.
Untuk mengetahui bagaimana caranya menentukan gamet
3.
Untuk mengetahui bagimana persilangan Dihibrid
4.
Untuk mengetahui bagaiman persilangan Trihibrid
BAB
II
PEMBAHASAN
Materi terkecil penyusun makhluk
hidup adalah Sel. Di dalam sel terdapat organela-organela lainnya, dari
mitokondria, sitoplasma, ribosom hingga inti sel yang disebut nukleus yang
terletak agak ke tengah sel. Di dalam nukleus terdapat benda-benda halus yang
berbentuk lurus seperti batang atau bengkok dan terdiri dari zat yang mudah
mengikat zat warna. Benang-benang itu dinamakan kromosom. Pada saat sel tidak
membelah diri, kromosom terlihat berupa benang-benang halus yang disebut
benang-benang kromatin. Seorang ahli yang mula-mula mempunyai dugaan bahwa
benda-benda tersebut terlibat dalam mekanisme keturunan adalah Roux (1883).
Benda-benda tersebut untuk pertama kali diberi nama kromosom oleh Waldeyer
(1888). Kromosom adalah faktor pembawa sifat keturunan yang diwariskan dari
induk (orang tua) kepada keturunannya. Kromosom yang terdapat di sebuah sel
tidak pernah sama ukurannya, dan umumnya tumbuh-tumbuhan memiliki kromosom yang
lebih besar dari pada hewan. Setiap kromosom memiliki bagian yang menyempit dan
tampak lebih terang, disebut sentromer.
Kromosom
tampak seperti batang dan mengandung struktur yang terdiri dari benang-benang
tipis yang melingkar-lingkar. Di sepanjang benang itu terletak secara teratur
suatu sruktur yang disebut gen. Masing-masing gen memiliki tempat tertentu
didalam kromosom yang disebut lokus gen. Gen tersebut yang sebenarnya berfungsi
untuk mengatur sifat-sifat yang akan diwariskan dari induk kepada keturunannya
dan mengatur perkembangan serta metabolisme makhluk hidup. Gen terdiri dari DNA
atau Deoxyribonukleo acid (asam nukleat). Gen-gen yang terdapat pada kromosom
memiliki tugas atau fungsinya masing-masing, diantaranya adalah mengatur warna
bunga, warna rambut, warna bulu, golongan darah, rasa buah, dan sebagainya .
Setiap sel tubuh memiliki kromosom
yang berpasang-pasangan. Kromosom yang berpasangan dengan bentuk, ukuran, dan
komposisi yang sama disebut kromosom homolog. Setiap pasang kromosom homolog
berbeda dengan pasangan kromosom homolog yang lain. Pada sel kelamin (gamet)
seperti sel telur atau ovum (sel kelamin betina) dan spermatozoa (sel kelamin
jantan) mempunyai separuh dari jumlah kromosom didalam sel tubuh, sehingga
dikatakan bersifat haploid (n kromosom). Satu set kromosom haploid dinamakan
genom. Sel tubuh dari kebanyakan mahluk hidup memiliki sepasang kromosom, sehingga
dikatakan bersifat diploid (2n kromosom). Terjadinya sel tubuh yang diploid
tersebut merupakan hasil bersatunya gamet jantan dan betina yang masing-masing
haploid pada saat reproduksi seksual.
2.1 Teori-Teori Pewarisan Sifat
Pewarisan
sifat atau yang dikenal dengan Hereditas merupakan suatu pewarisan sifat dari
induk kepada keturunannya. Ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat
disebut dengan genetika. Pewarisan sifat itu dapat ditentukan oleh kromosom dan
gen. Teori-teori tentang pewarisan sifat adalah sebagai berikut :
1.
Teori Embryo
Teori ini dikemukanan oleh William
Harvey, 1578-1657 yang menyatakan, bahwa semua hewan berasal dari telur.
Pernyataan ini diperkuat oleh Reiner de Graaf (1641-1673) peneliti pertama yang
mengenal bersatunya sel sperma dengan sel telur yang akan membentuk embrio.
Reiner de Graaf menyatakan bahwa ovarium pada burung sama dengan ovarium pada
kelinci.
2.
Teori
Preformasi
Teori ini dikemukakan oleh Jan
Swammerdan, 1637-1689 yang menyatakan bahwa telur mengandung semua generasi
yang akan dating sebagai miniature yang telah terbentuk sebelumnnya.
3.
Teori
Epigenesis Embriologi
Teori ini dikemukakan oleh C.F.
Wolf, 1738-1794, yang menyatakan bahwa ada kekuatan vital dalam benih organiseme
dengan kekuatan ini menyebabkan pertumbuhan embrio menurut pola perkembangan
sebelumnya.
4.
Teori Plasma
Nutfah
Teori ini dikemukakan oleh J. B.
Lamarck, 1744-1829 yang menyatakan bahwa sifat yang terjadi karena rangsangan
dari luar (lingkungan) terhadap struktur fungsi organ yang diturunkan pada
generasi berikutnya.
5.
Teori
Pengenesis
Teori ini dikemukakan oleh C. R.
Darwin, yang menyatakan bahwa setiap bagian tubuh dewasa menghasilkan
benih-benih kecil yang disebut gemuia.
6. Teori
Telegani
Teori ini dikemukakan oleh Ernest
Haeckel, menyatakan bahwa spermatozoa sebagian besar tersusun atas inti dan
inti bertanggung jawab sebagai penurunan sifat.
2.2 Genotip
Dan Fenotip
Dalam
pewarisan sifat atau persilangan, terdapat prinsip yang harus kita ingat, yaitu
:
1. Gen yang
berperan dalam pengaturan dan penentuan sifat diberi simbol huruf.
2. Gen yang
bersifat dominan dinyatakan dengan huruf kapital, misalnya gen yang menentukan
sifat batang yang tinggi ditulis dengan huruf “T” (tinggi). Gen yang bersifat
resesif dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya gen yang menentukan sifat batang
yang pendek ditulis dengan huruf “t”. Jadi, dapat
diartikan bahwa batang tinggi dominan terhadap batang pendek,dan sebaliknya batang pendek resesif
Pada
manusia dan hewan vertebrata, penyatuan sperma dan ovum yang masing-masing
bersifat haploid (n) akan membentuk zigot. Zigot tumbuh dan berkembang menjadi
individu yang bersifat diploid (2n), sehingga individu yang memiliki sifat
tersebut Contoh:
TT :
Simbol untuk tumbuhan berbatang tinggi, gamet yang dibentuk T dan T.
tt :
Simbol untuk tumbuhan berbatang pendek, gamet yang dibentuk t dan t.
MM :
Simbol untuk tumbuhan berbunga merah, gamet yang dibentuk M dan M.
mm :
Simbol untuk tumbuhan berbunga putih, gamet yang dibentuk m dan m.
Mm :
Simbol untuk tumbuhan yang berbunga merah muda,gamet yang dibentuk M dan m.
Susunan
gen yang menentukan sifat suatu individu disebut genotip.Genotip suatu individu
diberi simbol dengan huruf dobel, karena individu itu umumnya diploid. Genotip
memiliki sepasang gen. Gen-gen tersebut terletak pada lokus yang bersesuaian
dari kromosom yang homolog. Sepasang gen yang terletak pada posisi yang sama
pada pasangan kromosom disebut alel. Jadi, alel merupakan anggota dari sepasang
gen misalnya M = gen untuk warna bunga merah, m = gen untuk warna bunga putih,
T = gen untuk tanaman tinggi, dan t = gen untuk tanaman rendah. M dan m
merupakan alel tetapi M dan t bukan alel. Sifat suatu individu yang genotipnya
terdiri dari gen-gen yang sama dari tiap jenis gen disebut homozigot, misalnya
RR, rr, TT, AABB, aabb dan sebagainya. Homozigot dominan terjadi bila individu
bergenotip RR, AA, TT; sedangkan homozigot resesif bila individu bergenotip rr,
aa, tt dan sebagainya.
Sifat
suatu individu yang genotipnya terdiri dari gen-gen yang berlainan dari tiap
jenis gen disebut heterozigot, misalnya Rr, Aa, Tt, AaBb dan sebagainya.
Karakter atau sifat lahiriah yang dapat diamati (bentuk, warna, golongan darah,
dan sebagainya) disebut fenotip. Fenotip ditentukan oleh gen dan lingkungan.
Fenotip tidak diberi simbol tetapi ditulis sesuai dengan penampakan seperti
rasa buah yang manis, rambut lurus, warna bunga biru dan sebagainya. Tanaman
yang berbiji bulat fenotipnya ditulis biji bulat dan genotipnya ditulis BB atau
Bb bila B dominan terhadap b.
Dua
individu yang memiliki sifat fenotip yang sama mungkin memiliki sifat genotip
yang berbeda misalnya dua individu tanaman yang memiliki fenotip sama seperti
berbiji bulat, memiliki kemungkinan genotip ialah BB atau Bb. Gen B bersifat
dominan sehingga gen B tersebut mengalahkan atau menutupi gen b yang bersifat
resesif. Oleh karena itu tanaman dengan BB atau Bb memiliki fenotip berbiji
bulat.
2.3 Menentukan
Macam Gamet
Sebelum kita belajar
cara mencari jumlah dan macam gamet ada baiknya kita lihat kembali beberapa definisi
atau pengertian dari gamet itu sendiri. Berikut ini penjelasan tentang gamet.
Sel gamet
atau gamet adalah sel haploid khusus untuk fertilisasi. Gamet-gamet yang
melebur dapat identik dalam bentuk dan ukuran (isogami) ataupun berbeda dalam
satu atau kedua sifat tersebut (anisogami). Istilah ‘jantan’ dan ‘betina’ acap
kali diterapkan untuk gamet, tetapi hanya berfungsi untuk menunjukkan kelamin
asalnya, karena gamet tidak mempunyai kelamin. Bilamana berbeda dalam ukuran,
biasanya gamet yang lebih besar disebut makrogamet, dan yang lebih kecil
disebut mikrogamet. Kadang-kadang tidak ada pada plasmogami dalam fertilisasi,
dalam hal ini nukleus-nukleus yang melebur dapat
dianggap sebagai gamet.
Gamet adalah sel sperma atau telur,
terutama yang matang dan sudah berfungsi dalam proses pembiakan secara seksual;
sel benih yang terbentuk secara
gametogenesis dari sel induk benih yang disebut spermatozoa, dan betina disebut
ovum.
Dalam persilangan monohibrid diketahui bahwa gamet yang
terbentuk pada P2 ada 2 macam, sementara itu pada persilangan dihibrid yang
terbentuk pada P2 ada 4 macam, untuk persilangan trihibrid ada 8 macam, bila
persilangan dengan n sifat beda akan diperoleh 2n macam gamet. Untuk menentukan
macam gamet yang terbentuk dapat digunakan diagram garpu, misalnya: AaBb, macam
gametnya adalah:
Untuk menentukan Gamet dalam suatu persilangan individu
dengan sifat beda maka dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a. Cara Manual
Misal: P = AaBb
Genotip ini memiliki 2 tanda beda
yang heterozigot. Jumlah Gamet adalah =22= 4. Macamnya: Mula-mula
kita pecah menjadi masing-masing sifat menjadi A/a dengan B/b; lalu kita
gabungkan sifat-sifat itu dengan pecahannya yang berbeda. Maka hasilnya adalah
sebagai berikut:
·
A
gabung dengan B menjadi AB
·
A
gabung dengan b menjadi Ab
·
a
gabung dengan B menjadi aB
·
a
gabung dengan b menjadi ab
·
Sehingga
diperoleh Gamet : AB, Ab, aB dan ab = 4
Misal : P = MmPpKk
Genotip ini memiliki 3 tanda beda yang heterozigot/ Jumlah
Gamet adalah = 23= 8. Macamnya: Mula-mula kita pecah menjadi
masing-masing sifat menjadi M/m dengan P/p dengan K/k; lalu kita gabungkan
sifat-sifat itu dengan pecahannya yang berbeda. Maka hasilnya adalah sebagai
berikut:
·
M
dengan P dengan K menjadi MPK m dengan P dengan
K menjadi mPK
·
M
dengan P dengan k menjadi MPk m dengan P
dengan k menjadi mPk
·
M
dengan p dengan K menjadi MpK m dengan p dengan
K menjadi mpK
·
M
dengan p dengan k menjadi Mpk m dengan p
dengan k menjadi mpk
·
Maka
diperoleh Gamet : MPK, MPk, MpK, Mpk, mPK, mPk, mpK, mpk = 8
Catatan : Untuk menentukan jumlah macam gamet yang
diperhatikan cukup yang heterozigot Contoh:
AABbCCDd = macam
gamet ada 22= 4
XxYyZZ= macam gamet ada 22= 4
PPQQRRSs = macam gamet ada 21 = 2
XxYyZZ= macam gamet ada 22= 4
PPQQRRSs = macam gamet ada 21 = 2
b.
Cara
Kurawal /anak garpu (Bracket system)
Makna dari penentuan gamet diatas dalam menentukan ratio
fenotipe (RF) adalah sebagai berikut:
1. Huruf besar (sifat dominan) bernilai
3.
2. Huruf kecil (sifat resesif )
bernilai 1.
Berdasarkan contoh diatas, maka untuk persilangan 2 sifat
beda dipeoleh hasil RF:
AB = 3 x 3 = 9 aB = 1 x 3 = 3
Ab = 3 x 1 = 3 ab = 1 x 1 = 1
RF = 9 : 3 : 3 : 1, dimana RF = ratio fenotip atau perbandingan fenotip
AB = 3 x 3 = 9 aB = 1 x 3 = 3
Ab = 3 x 1 = 3 ab = 1 x 1 = 1
RF = 9 : 3 : 3 : 1, dimana RF = ratio fenotip atau perbandingan fenotip
Berdasarkan contoh diatas, maka untuk persilangan 3 sifat
beda dipeoleh hasil RF :
MPK
= 3 x 3 x 3 = 27
mPK = 1 x 3 x 3 = 9
MPk = 3 x 3 x 1 = 9 mPk = 1 x 3 x 1 = 3
MpK = 3 x 1 x 3 = 9 mpK = 1 x 1 x 3 = 3
Mpk = 3 x 1 x 1 = 3 mpk = 1 x 1 x 1 = 1
RF = 27 : 9 : 9 : 3 : 9 : 3 : 3 : 1 atau = 27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1
MPk = 3 x 3 x 1 = 9 mPk = 1 x 3 x 1 = 3
MpK = 3 x 1 x 3 = 9 mpK = 1 x 1 x 3 = 3
Mpk = 3 x 1 x 1 = 3 mpk = 1 x 1 x 1 = 1
RF = 27 : 9 : 9 : 3 : 9 : 3 : 3 : 1 atau = 27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1
c. Cara Segitiga Pascal
d. Formulasi Matematika
Individu F1
pada suatu persilangan monohibrid, misalnya Aa, akan menghasilkan dua macam
gamet, yaitu A dan a. Gamet-gamet ini, baik dari individu jantan maupun betina,
akan bergabung menghasilkan empat individu F2 yang dapat
dikelompokkan menjadi dua macam fenotipe (A- dan aa) atau tiga macam
genotipe (AA, Aa, dan aa).Sementara itu, individu F1 pada
persilangan dihibrid, misalnya AaBb, akan membentuk empat macam gamet,
masing-masing AB,Ab, aB, dan ab. Selanjutnya pada generasi F2 akan
diperoleh 16 individu yang terdiri atas empat macam fenotipe (A-B-, A-bb, aaB-,
dan aabb) atau sembilan macam genotipe (AABB, AABb, Aabb, AaBB, AaBb, Aabb,
aaBB, aaBb, dan aabb).
Dari
angka-angka tersebut akan terlihat adanya hubungan matematika antara jenis
persilangan (banyaknya pasangan gen), macam gamet F1, jumlah
individu F2, serta macam fenotipe dan genotipe F2.
Hubungan matematika akan diperoleh pula pada persilangan-persilangan yang
melibatkan pasangan gen yang lebih banyak (trihibrid, tetrahibrid, dan
seterusnya), sehingga secara ringkas dapat ditentukan formulasi matematika
seperti pada tabel berikut ini:
Pada kolom terakhir dapat dilihat adanya formulasi untuk
nisbah fenotipe F2. Kalau angka-angka pada nisbah 3 : 1 dijumlahkan
lalu dikuadratkan, maka didapatkan ( 3 + 1)2 = 32 +
2.3.1 + 12 = 9 + 3 + 3 + 1, yang tidak lain merupakan angka-angka
pada nisbah hasil persilangan dihibrid. Demikian pula jika dilakukan
pemangkattigaan, maka akan diperoleh ( 3 + 1 )3 = 33
+ 3.32.11 + 3.31.12+ 13 =
27 + 9 + 9 + 9 + 3 + 3 + 3 + 1, yang merupakan angka-angka pada nisbah hasil
persilangan trihibrid. Dengan demikian Fenotipe F2 adalah mengikuti
rumus (a + b)n, dimana a = 3, b = 1 dan n= berapa pasang gen yang
dipakai.
Untuk Monohybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)1= 3 : 1. Untuk Dihybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)2 = (3)2 + 2(3)1(1) + (1)2 = 9:3:3:1. Untuk Trihybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)3 = (3)3 + 3(3)2(1) + 3((3)1(1)+(1)3 = 27:9:9:9:3:3:3:1
Untuk Monohybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)1= 3 : 1. Untuk Dihybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)2 = (3)2 + 2(3)1(1) + (1)2 = 9:3:3:1. Untuk Trihybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)3 = (3)3 + 3(3)2(1) + 3((3)1(1)+(1)3 = 27:9:9:9:3:3:3:1
Beberapa rumus matematika sebagai berikut:
1. Meramal
banyaknya macam gamet yang dapt dibentuk hibrid. Untuk tujuan ini digunakan
rumus 2n angka 2 menunjukkan
bahwa setiap pasang alel akan terjadi 2 macam gamet, sedangkan n menunjukkan
jumlah pasangan alel atau banyaknya sifat beda. Jadi:
a. monohibrid
(Aa) menghasilkan 2n = 21 = 2 macam gamet (Aa).
b. dihibrid
(AaBb) menghasilkan 2n = 22 = 4 macam gamet (AB, Ab, aB, ab) beberapa
macam gamet akan dibentuk oleh individu yang mempinyai fenotif AaBBCcDdEEffGg
jawabannya: 24 = 16 macam gamet.
2. Meramal
banyaknya kombinasi dalam f2; Digunakan untuk (2n)2 jadi:
a. Perkawinan
monohibrid (Aa x Aa) menghasilkan (2n)2 = (21)2 = 4 kombinasi, ialah AA, Aa,
Aa, aa.
b. Perkawinan
dihibrid (AaBb x AaBb) menghasilkan (2n)2 = (22)2
= 16 kombinasi.
3. Meramal
banyaknya fenotif dalam f2. Digunakan rumus 2n.
a. Perkawinan
monohibrid (Aa x Aa) menghasilkan 2n = 21 = 2 fenotif yang dinyatakan oleh Aa
b. Perkawinan
dihibrid (AaBb x AaBb) menghasilkan 2n = 22 = 4 fenotif yang dinyatakn oleh AB, Ab, aB,
dan ab).
4. Meramal
banyak individu yang genotif dan fenotifnya persis hibridnya. Digunakan rumus 2n
. jadi:
a. Perkawinan
monohibrid (Aa x Aa) menghasilkan 2n = 21 = 2 individu yang persis hibridnya, ialah Aa
dan Aa
b. Perkawinan
dihibrid (AaBb x AaBb) menghasilkan 2n = 22 = 4 individu yang persis hibridnya.
5. Meramal
banyaknya individu yang homozigotik. Digunakan 2n , jadi:
a. Perkawinan
monohibrid (Aa x Aa) menghasilkan 2n = 21 = 2 individu homozigot ialah AA dan aa.
b. Perkawinan
dihibrid (AaBb x AaBb) menghasilkan 2n = 22 = 4 individu homozigot.
6. Meramal
banyaknya kombinasi baru yang homozigotik. Digunakan rumus 2n – 2
jadi:
a. Perkawinan
monohibrid (Aa x Aa) menghasilkan 0 kombinasi baru yang homozigotik.
b. Perkawinan
dihibrid (AaBb x AaBb) menghasilkan 2n – 2 = 22 - 2 = 2 kombiansi baru yang homozigot
yaitu AA, bb dan aa, BB.
7. Meramal
banyaknya macam genotif dalam f2. Digunakan rumus 3n. Jadi:
a. Perkawinan
monohibrid (Aa x Aa) menghasilkan 3n = 31 = 3 macam
genotif ialah AA, Aa, dan aa.
b. Perkawinan
dihibrid (AaBb x AaBb) menghasilkan 3n = 32 = 9 macam
genotif ialah AABB, AABb, AaBB, AaBb, AAbb, Aabb, aaBB, aaBb, dan aabb.
2.4 Sifat Dominan, Resesif dan Intermediet
Pada
suatu persilangan, maka keturunan (Filial) yang dihasilkan akan memiliki sifat
yang muncul atau sifat yang tidak muncul (tersembunyi) dari salah satu sifat
induknya. Sifat yang muncul pada keturunan dari salah satu induk dengan
mengalahkan sifat pasangannya disebut sifat dominan. Sebaliknya sifat yang
tidak muncul atau tersembunyi pada keturunanya karena dikalahkan oleh sifat
pasangannya disebut sifat resesif.
Induk/
Parental : Bunga mawar merah
> < Bunga mawar putih
Keturunan/
Filial : Bunga mawar merah
2.5 Hukum Mendel
Hukum
pewarisan Mendel adalah
hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann
Mendel dalam karyanya 'Percobaan
mengenai Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian:
- Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel, dan
- Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.
Dari hipotesis tersebut, Mendel
membuat suatu kesimpulan yang disebut Hukum I Mendel dan Hukum II Mendel. Kedua
hukum Mendel tersebut merupakan prinsip dasar dari genetika
Hukum I Mendel (Hukum segregasi atau
hukum pemisahan alel-alel dari suatu gen yang berpasangan).Pada pembentukkan
sel kelamin (gamet), pasangan-pasangan alel memisah secara bebas. Hukum ini
berlaku untuk persilangan dengan satu sifat beda (monohibrid). Secara garis
besar, hukum ini mencakup tiga pokok:
- Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resisif (tidak selalu nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar di sebelah), dan alel dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R).
- Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya ww dalam gambar di sebelah) dan satu dari tetua betina (misalnya RR dalam gambar di sebelah).
- Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan sB pada gambar 2), alel dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan (nampak secara visual dari luar). Alel resesif (s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet yang dibentuk pada turunannya.
Hukum II Mendel (Hukum pengelompokkan
gen secara bebas atau asortasi), menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka
diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat
yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen
sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang
menentukan e.g. tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling
memengaruhi.
2.6 Persilangan Dua Individu dengan Satu Sifat Beda
a. Persilangan
Monohibrid Dominan Penuh
Persilangan
dua individu dengan satu sifat beda menurunkan sifat dominan apabila sifat
keturunannya sama dengan salah satu sifat induknya.
Perhatikan
contoh persilangan berikut. Contoh: Tanaman kacang ercis berbatang tinggi
disilangkan dengan kacang ercis berbatang pendek. F1 semuanya berbatang tinggi.
Kemudian F1 dibiarkan melakukan penyerbukan sendiri . Hasil yang diperoleh
yaitu F2 yang berbatang tinggi dan berbatang pendek dengan perbandingan 3 : 1.
Persilangan ini dapat dilihat dalam bagan berikut :
Parental 1
(P1)
|
Kacang ercis Batang Tinggi
|
><
|
Kacang ercis Batang Pendek
|
Genotipe
|
T T
|
><
|
t t
|
Fenotipe
|
Tinggi
|
Pendek
|
|
Gamet
|
T dan T
|
t dan t
|
|
Filial (F1)
|
T t
|
Fenotipe : Batang Tinggi
|
|
Parental 2 (P2)
|
Kacang ercis Batang Tinggi
|
><
|
Kacang ercis Batang Tinggi
|
Genotipe
|
T t
|
T t
|
|
Gamet
|
T dan t
|
><
|
T dan t
|
Kemungkinan kombinasi pada F2 adalah sebagai berikut :
Gamet
Gamet
|
T
|
t
|
T
|
TT (Tinggi) .1
|
Tt (Tinggi) .2
|
T
|
Tt (Tinggi) .3
|
Tt (pendek) .4
|
Pada
persilangan ini , gen untuk faktor Tinggi (T) dominan terhadap gen untuk faktor
pendek (t). Maka Individu bergenotipe Tt (no. 2 dan 3) akan memiliki fenotipe
tinggi. Perbandingan fenotipe F2 pada persilangan monohibrid dominan penuh
adalah :
Tinggi : Pendek = 3 : 1 . Perbandingan Genotipe nya
adalah : TT : Tt : tt = 1 : 2 : 1
b. Persilangan
Monohibrid Intermediet
Persilangan
ini tidak seperti salah satu fenotip galur murni, tetapi mempunyai fenotipe
diantara kedua induknya.
Perhatikan
contoh : Tanaman Antihinum majus galur Murni merah (MM) disilangkan dengan
galur murni putih (mm). Dari persilangan itu diperoleh hasil F1 yang semuanya
berbunga merah muda . Jika F1 ini ditanam dan diadakan penyerbukan
dengan sesamanya, maka F2 menghasilkan tanaman berbunga merah, merah muda, dan
putih dengan perbandingan : 1 : 2 : 1. Persilangannya dapat dilihat sebagai
berikut :
P1
|
Tanaman berbunga merah
|
><
|
Tanaman
berbunga putih
|
Genotipe
|
MM
|
><
|
Mm
|
Gamet
|
M dan M
|
m
dan m
|
|
F1
|
Mm
|
Fenotipe : berbunga merah muda
|
|
P2
|
Mm (merah muda)
|
><
|
Mm (merah muda)
|
Gamet
|
M dan m
|
><
|
M dan m
|
Kemungkinan terjadinya kombinasi pada F2 adalah :
Gamet
Gamet
|
M
|
M
|
M
|
MM (Merah) 1
|
Mm (merah
muda) 2
|
M
|
Mm (merah muda) 3
|
Mm
(putih) 4
|
Perbandingan Fenotipe F2 pada
persilangan monohibrid intermediet adalah :
merah : merah muda : putih = 1 : 2 : 1. Perbandingan
Genotipenya : MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1
2.7 Persilangan
Dua Individu Dengan Dua Sifat Beda (Dihibrid)
Dihibrid adalah persilangan dua
individu dengan dua sifat beda atau lebih yang menghasilkan keturunan dengan
perbandingan fenotip dan genotip tertentu. Pada percobaannya, Mendel melakukan
persilangan kacang ercis galur murni yang memiliki biji bulat warna kuning
dengan galur murni yang memiliki biji keriput warna hijau. Sifat bulat dan
kuning dominan terhadap sifat keriput dan hijau, sehingga menghasilkan seluruh
F1 berupa kacang ercis berbiji bulat dengan warna biji kuning.
Biji-biji
F1 tersebut kemuadian ditanam kembali dan dilakukan penyerbukan antara
sesamanya untuk mendapatkan F2. Persilangan tersebut merupakan persilangan dua
individu dengan dua sifat beda. Keturunan pada F2 adalah sebagai berikut :
B :
bulat, dominan terhadap keriput
b :
keriput
K :
kuning, dominan terhadap hijau
k :
hijau
Contoh :
Bagan persilangan dihibrid
Perbandingan genotipe F2
=
BBKK : BBKk : BkKK : BbKk : BBkk : Bbkk : bbKK : bbKk : bbkk
= 1 : 2 : 2 : 4 : 1 : 2
: 1 : 2
: 1
Perbandingan fenotipe F2
=
bulat kuning : bulat hijau : keriput kuning : keriput hijau
= 9 :
3 : 3 : 1
2.8 Persilangan
Dua Individu dengan Tiga Sifat Beda (Trihibrid)
Trihibrid adalah persilangan dua
individu dengan tiga sifat beda atau lebih yang menghasilkan keturunan dengan
perbandingan fenotip dan genotip tertentu. Pada percobaannya, Mendel melakukan
persilangan kacang ercis dengan tiga sifat beda, ialah batang tinggi, biji
bulat, dan biji warna kuning dengan kacang ercis berbatang pendek, biji
keriput, dan biji warna hijau. Sifat tinggi, bulat, dan kuning dominan terhadap
pendek, keriput, dan hijau, maka seluruh F1 berupa kacang ercis yang berbatang
tinggi, berbiji bulat, dan berwarna kuning. Keturunan F1 dapat dilihat pada
bagan persilangan trihibrid
Misalnya
persilangan kacang ercis dengan tiga sifat beda yaitu : Batang tinggi, biji
bulat dan biji warna kuning, dengan batang pendek, biji keriput, warna biji
hijau. Keturunan F1 yang dihasilkan adalah :
Bagan persilangan Trihibrid
P1
|
TTKKBB
|
><
|
ttkkbb
|
Fenotif
|
Tinggi, kuning, bulat
|
><
|
Pendek, keriput, hijau
|
Genotif
|
TKB
|
><
|
tkb
|
F1
|
TtKkBb
|
||
Fenotipe : Tinggi,kuning,bulat
|
|||
P2
|
TtKkBb
|
><
|
TtKkBb
|
Gamet
|
TKB,TKb,TkB,Tkb,tKB,tKb, tkB,tkb
|
Hubungan sifat beda dan jumlah kemungkinan fenotipe dan genotipe pada F2
Jumlah Sifat Beda
|
Jumlah Macam Gamet
|
Jumlah Macam Genotipe F2
|
Jumlah Macam Fenotipe F2
|
Perbandingan Fenotipe F2
|
Jumlah Individu F2
|
1
|
21 = 2
|
3
|
2
|
3 : 1
|
4
|
2
|
22 = 4
|
9
|
4
|
9 : 3 : 3 : 1
|
16
|
3
|
23 = 8
|
27
|
8
|
27:9:9:9:3:3:3:1
|
64
|
N
|
2n
|
3n
|
2n
|
4n
|
BAB III
PENUTUP
·
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum
mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann
Mendel dalam karyanya 'Percobaan
mengenai Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian:
1. Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga
dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel,
Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen
induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap
gamet menerima satu gen dari induknya.
2.
Hukum berpasangan
secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel. Menurut hukum ini,
setiap gen/sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen/sifat lain. Meskipun
demikian, gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk sifat yang lain
yang bukan termasuk alelnya.
·
Hukum Mendel 1 dan 2
menjelaskan tentang parental dari masing-masing individu yang berbeda karakter
menghasilkan 100% individu dengan karakter yang dominan dari parentalnya,
kemudian disilangkan lagi dengan individu yang sejenis hingga menghasilkan
fenotip 2 dengan perbandingan 3:1 untuk hukum Mendel 1 dan 9:3:3:1 untuk hukum
Mendel 2.
·
Hal ini mengartikan bahwa terjadinya
variasi turunan itu merupakan dampak dari hukum Mendel diatas. Karena induk
yang tadinya berkarakter lain disilangkan menghasilkan banyak karakter turunan
yang berkarakter lain lagi dengan variasi yang lebih banyak.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2012. http://biologimediacentre.com/genetika-hukummendel/#sthash.
C7PN7wAX.dpuf. Diakses Tanggal 19 September 2014.
Anonim.
2012. http://endick.wordpress.com/2008/01/30/percobaan-mendel-2/.
Tanggal 19 September 2014.
Anonim. 2012. http://www.scribd.com/doc/84672312/Pewarisan-Sifat-Sifat-Keturunan.Diakses tanggal 19 September
2014.
Anonim.
2012. http://smointi.blogspot.com/2010/12/makalah-hukum-mendel.html.
Tanggal 19 September 2014
Edy,
Syahmi. 2014. Diktat Genetika.
Universitas Negeri Medan: Medan.
Pujianto,
Sri. 2008. Menjelajah Dunia Biologi.
Jakarta: Gramedia.
Suryo.
2004. Genetika Strata 1. Universitas
Gadjah Mada: Yogyakarta.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar